bbj-logoBerbagi Bites Jogja

Home > Artikel > Upaya Pemerintah Indonesia untuk Menurunkan Food Waste 50% Hingga Tahun Emas 2045

Upaya Pemerintah Indonesia untuk Menurunkan Food Waste 50% Hingga Tahun Emas 2045

15 Okt 2025

Ilustrasi kerja sama pemerintah dalam mengatasi FLW
Ilustrasi kerja sama pemerintah dalam mengatasi FLW

Indonesia, sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia, menghadapi tantangan besar terkait Food Loss and Waste (FLW). Data selama dua dekade (2000-2019) menunjukkan bahwa timbulan FLW tahunan berkisar antara 23 hingga 48 juta ton, yang setara dengan 115–184 kg per kapita per tahun. Angka ini sangat mengkhawatirkan, mengingat volume makanan yang hilang dan terbuang tersebut berpotensi memberi makan sekitar 29% hingga 47% dari populasi Indonesia, atau setara dengan 61 hingga 125 juta jiwa. Tingginya angka ini turut menempatkan Indonesia sebagai salah satu penghasil limbah pangan terbesar di Asia Tenggara dan berada di peringkat keempat secara global per tahun 2021. Dampak kerugian FLW di Indonesia bersifat multidimensi, mencakup aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial. 

Dampak Multidimensi FLW 

Pertama, dari segi ekonomi, potensi kehilangan yang ditimbulkan oleh FLW diestimasikan mencapai Rp 213 hingga 551 triliun per tahun. Jumlah ini setara dengan 4% hingga 5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Analisis menunjukkan bahwa kehilangan ekonomi terbesar terkonsentrasi di sektor tanaman pangan, terutama kategori padi-padian, dengan kerugian berkisar antara Rp 88-155 triliun per tahun. Kedua, FLW memiliki dampak serius terhadap lingkungan melalui kontribusi signifikan terhadap emisi gas rumah kaca (GRK). Limbah pangan menyumbang sekitar 7,29% dari total emisi GRK nasional setiap tahun. Ketiga, meskipun terjadi pemborosan pangan yang masif, masih banyak penduduk yang menghadapi kerawanan pangan. Nilai nutrisi dari makanan yang terbuang tersebut seharusnya dapat dimanfaatkan untuk mengatasi isu gizi bagi jutaan orang.   

Tujuan dan Garis Besar Kebijakan Penanganan FLW

Kebijakan penanganan FLW Indonesia berfokus pada intervensi di lima tahap rantai pasok pangan, yaitu: (1) produksi, (2) pasca-panen dan penyimpanan, (3) pemrosesan dan pengemasan, (4) distribusi dan pemasaran, dan (5) konsumsi. Dalam rangka memastikan upaya ini berhasil, pendekatan yang digunakan adalah kolaborasi multi-sektor atau pentahelix (Academics, Business, Community, Government, and Media/ABCGM). Badan Pangan Nasional (NFA) dan Bappenas memiliki peran penting dalam mengkoordinasikan sinergi ini. 

Target Reduksi Nasional: Dari SDG 2030 Menuju Indonesia Emas 2045

Topik SDGs 12.3
Topik SDGs 12.3

Indonesia, sebagai anggota PBB, telah berkomitmen untuk mengutamakan Sustainable Development Goals (SDGs). Target SDG 12.3 secara spesifik menuntut pengurangan setengah limbah makanan per kapita pada tingkat distribusi dan konsumen, serta mengurangi kehilangan pangan di sepanjang rantai pasok (termasuk pasca-panen), yang secara eksplisit menargetkan pengurangan FLW sebesar 50% pada tahun 2030. Meskipun target 50% pada tahun 2030 merupakan target yang signifikan, pemerintah Indonesia telah menetapkan target yang jauh lebih ambisius dalam konteks Visi Indonesia Emas 2045. Draf Rancangan Undang-Undang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RUU RPJPN) 2025-2045 mencakup agenda spesifik yang menargetkan reduksi total FLW hingga mencapai 75% pada tahun 2045. Target 75% ini menyiratkan komitmen kebijakan yang mendalam, termasuk penanganan intervensi hulu (food loss) yang lebih melonjak, jadi tidak hanya fokus pada perubahan perilaku konsumen (food waste). Target 75% ini akan didukung oleh kebijakan pembangunan infrastruktur yang mengoptimalkan daur ulang sampah organik dan FLW.

Untuk mewujudkan target RPJPN 2045, pengurangan FLW diintegrasikan dalam Rencana Aksi Nasional Ekonomi Sirkular (RAN ES) Indonesia 2025–2045, di mana sektor pangan menjadi salah satu fokus utama. Dalam konteks ini, FLW dipandang sebagai komponen kunci untuk mendukung implementasi Kebijakan Pembangunan Rendah Karbon. Pendekatan ekonomi sirkular memastikan bahwa limbah pangan tidak hanya dicegah, tetapi juga dikelola secara optimal, melalui pencegahan, daur ulang, atau pemanfaatan kembali, sehingga mengurangi beban pada Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dan emisi metana yang terkait. 

Peran Penting Badan Pangan Nasional (NFA) dan Kementerian/Lembaga Terkait

Logo BAPPENAS, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Pangan Nasional, dan Kementerian Pertanian Republik Indonesia
Logo BAPPENAS, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Pangan Nasional, dan Kementerian Pertanian Republik Indonesia

Badan Pangan Nasional (National Food Agency / NFA) memiliki peran sentral dalam menekan food waste (limbah pangan) di tingkat distribusi dan konsumsi. NFA menyadari bahwa keberhasilan di sektor hilir sangat bergantung pada sinergi dan kolaborasi pentahelix (ABCGM). NFA bekerja dalam kerangka whole-of-government bersama Bappenas (perencanaan), KLHK (pengelolaan lingkungan dan sampah), Kementan (suplai), serta Kemenko Perekonomian, memastikan bahwa kebijakan FLW terintegrasi di seluruh sektor. Berikut peran kementerian/lembaga utama beserta intervensi kebijakan FLW. 

LembagaFokus Program/PeranSinegi Kebijakan
Bappenas/Kementerian PPNPerencanaan nasional & basis dataKajian FLW (baseline 2000-2019) dan integrasi FLW dalam RPJPN/RAN ESPembangunan rendah karbon dan ekonomi sirkular
Badan Pangan Nasional (NFA)Distribusi, konsumsi, keamanan panganGerakan Selamatkan Pangan (GSP), revisi PP 86/2019, dan mendorong pengembangan infrastruktur cold chain logisticsPenguatan ketahanan pangan dan kolaborasi pentahelix
Kementerian Pertanian (Kementan)Produksi dan pasca panenBantuan Alsintan, pengawasan GHP hortikultura, dan perlindungan OPTPeningkatan efisiensi produksi panen
Kementerian LHK (KLHK)Pengelolaan sampah dan dampak lingkunganManajemen sampah organik/FLW di TPA dan penghitungan emisi GRKTarget NDC dan tata kelola lingkungan

Hambatan Implementasi Kebijakan Penanganan FLW

Tantangan utama dalam mewujudkan target 75% adalah kompleksitas koordinasi antar sektor. Meskipun Bappenas dan NFA memimpin, implementasi yang efektif membutuhkan sinkronisasi antara kebijakan Kementan (Alsintan), NFA (GSP dan Cold Chain), KLHK (pengelolaan sampah), dan Kementerian/Lembaga terkait lainnya, terutama dalam peninjauan ulang regulasi. Kebijakan penanganan FLW yang berkelanjutan tidak hanya memerlukan komitmen teknis, tetapi juga investasi finansial yang memadai, dukungan publik, dan partisipasi aktif. Selain itu, implementasi solusi FLW skala besar, seperti teknologi  atau sistem pengolahan limbah canggih, terhambat oleh keterbatasan dukungan komersialisasi teknologi. Lingkungan yang mendukung komersialisasi teknologi FLW juga masih terbatas. Meskipun ada peraturan untuk sistem yang mendukung penarikan produk, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) masih menghadapi dukungan anggaran yang terbatas dan belum memiliki mandat untuk memfasilitasi pendanaan komersialisasi teknologi. Kesenjangan ini berisiko memperlambat tercapainya efisiensi 75% pada tahun 2045.

Dalam hal ini, komitmen politik yang berkelanjutan adalah faktor penentu untuk mengembangkan sistem manajemen FLW yang terintegrasi. Mengingat bahwa potensi kehilangan ekonomi akibat FLW mencapai Rp 213–551 triliun per tahun, investasi yang ditargetkan dalam infrastruktur dan teknologi FLW pun memiliki Return on Investment (ROI) yang sangat tinggi sehingga diperlukan alokasi anggaran yang cukup signifikan. Pendanaan internasional, seperti yang telah diterima oleh Bappenas dari Foreign, Commonwealth, and Development Office Inggris perlu diperluas untuk mendukung studi dan implementasi strategi berkelanjutan. 

Potensi Penghematan Ekonomi dan Lingkungan Jika Target 2045 Tercapai

Apabila target reduksi FLW sebesar 75% pada tahun 2045 telah tercapai, maka kemungkinan akan memberikan manfaat ganda bagi pembangunan nasional, antara lain: 

  1. Penguatan PDB dan Kesejahteraan

Menghemat ratusan triliun rupiah per tahun, dana tersebut dapat dialihkan untuk pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan, secara fundamental memperkuat pilar ekonomi Visi Indonesia Emas.

  1. Pengurangan Beban Emisi Gas Rumah Kaca

Mengingat limbah pangan menyumbang 7,29% emisi GRK nasional, reduksi sebesar 75% akan secara signifikan mendukung pencapaian target Nationally Determined Contributions (NDC) Indonesia dan mendukung pembangunan rendah karbon. 

Penulis: Nasyawana Ladita Agustine

Sumber:

Badan Pangan Nasional. (2022, 8 September). GRASP 2030: NFA ajak semua pihak kolaborasi tekan Food Loss and Waste (FLW). https://badanpangan.go.id/blog/post/grasp-2030-nfa-ajak-semua-pihak-kolaborasi-tekan-food-loss-and-waste-flw 

Badan Pangan Nasional. (2023, 30 Agustus). Anggota DPR soroti food loss and waste, ini strategi NFA tekan pemborosan pangan. https://badanpangan.go.id/blog/post/anggota-dpr-soroti-food-loss-and-waste-ini-strategi-nfa-tekan-pemborosan-pangan 

Badan Pangan Nasional. (2025, 17 Maret). Rakortas keamanan pangan, Kepala NFA bicara siap dukung revisi PP 86/2019 hingga penegasan beras berkualitas baik yang disalurkan ke masyarakat. https://badanpangan.go.id/blog/post/rakortas-keamanan-pangan-kepala-nfa-bicara-siap-dukung-revisi-pp-862019-hingga-penegasan-beras-berkualitas-baik-yang-disalurkan-ke-masyarakat 

Badan Pangan Nasional. (2025, 8 Mei). Rantai dingin jadi kunci: Badan Pangan Nasional dorong inovasi dan kolaborasi dalam distribusi pangan. https://badanpangan.go.id/blog/post/rantai-dingin-jadi-kunci-badan-pangan-nasional-dorong-inovasi-dan-kolaborasi-dalam-distribusi-pangan 

Cahyani, F. A., Wulandari, P., & Putri, N. A. (2022). Food waste management regulation in Indonesia to achieve sustainable development goals. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 978(1), 012022. https://doi.org/10.1088/1755-1315/978/1/012022 

Food and Agriculture Organization. (2022, 3 September). FAO and MoA start the food loss study in Indonesia. FAO. https://www.fao.org/indonesia/news/detail/FAO-and-MoA-Start-the-Food-Loss-Study-in-Indonesia/en

GRASP. (2022, 7 Juli). BAPPENAS study report: Food loss and waste in Indonesia supporting the implementation of circular economy and low carbon development. GRASP 2030. https://grasp2030.ibcsd.or.id/2022/07/07/bappenas-study-report-food-loss-and-waste-in-indonesia-supporting-the-implementation-of-circular-economy-and-low-carbon-development/ 

Lestari, A. P. (2022, 31 Januari). Kelola mubazir pangan/food loss and waste (FLW) untuk mendukung pembangunan rendah karbon dan ekonomi sirkular di Indonesia. LCDI. https://lcdi-indonesia.id/2022/01/31/kelola-mubazir-pangan-food-loss-and-waste-flw-untuk-mendukung-pembangunan-rendah-karbon-dan-ekonomi-sirkular-di-indonesia 

Ministry of National Development Planning/BAPPENAS & LCDI. (2021). Study report: Food loss and waste in Indonesia — Supporting the implementation of circular economy and low carbon development. Retrieved from https://lcdi-indonesia.id/wp-content/uploads/2021/07/Report-Kajian-FLW-ENG.pdf 

United Nations PAGE. (2021). Policy brief: Food loss and waste (FLW) policy scoping. West Java Province, Indonesia. Retrieved from https://www.un-page.org/static/879909312462f954fd117d2a0122f1d3/2021-indonesia-policy-brief-food-loss-and-waste-flw-policy-scoping-west-java-province-en.pdf